Rabu, Oktober 8

KUTUKLAH AKU TUHAN



Ya Allah, Kutuklah Aku, Ya Allah

Kutuklah aku, Ya Allah, kutuklah aku

Kutuklah aku menjadi air yang senantiasa mengalir

Kalaupun milyaran bebatuan menghadang

Aku terus mencari celah untuk terus mengalir padaMu

Jadikan saja aku angin, Ya Allah

Agar aku bisa menyerukan kebesaranMu ke berbagai penjuru

Kutuklah aku, Ya Allah, kutuklah aku

Kutuklah aku menjadi gunung-gunung yang

Senantiasa bergerak selayak awan di langit

Agar aku dapat menjelaskan keagunganMu

Knapa tak kau jadikan saja aku tanah

Dimana Rasulmu pernah menjejakkan sepasang

Telapak kaki telanjangnya

Biar kujaga dari apapun yang kan menghapusnya hingga memfosil

Kutuklah aku, Ya Allah, kutuklah aku

Menjadi matahari atau rembulan atau gemintang yang selalu patuh padaMu

Tanpa syarat, bukan manusia sepertiku

Yang bersujud saja kubutuhkan ribuan alasan

Aku iri Ya Allah, aku iri kepada tanah, dedaunan, air, angin, api

Segala yang kau ciptakan, sebegitu khusyuk mencintaimu – tanpa syarat

Bukan manusia sepertiku, yang bersujud saja kubutuhkan ribuan alasan

Ya Allah, kota tua ini sudah mengurungku pada kesibukan

Yang menjelma klakson-klakson pada mobil-mobil

Yang berebut jalan sebelum lampu di perempatan itu menyala merah

Seperti penguasa yang saling berebut kekuasaan

Gedung-gedung tinggi tak memberiku kesempatan menemuiMu

Waktu adalah milik perkantoran swasta, papan iklan, reklame, redaktur koran….

Hingga kulihat seorang pelacur di gang sana sedang mengetuk pintu kaca

Sebuah mobil berplat merah yang berparkir di tepi jalan

Kutuklah aku, Ya Allah, kutuklah aku

Kutuklah aku menjadi daun kembang kamboja

Yang tengah luruh di atas pekuburan

Agar aku dapat selalu ingat, sebelum jatuh ke atas tanah

Bahwa segala kesombongan telah terbungkam

Di balik nisan yang terpahatkan namanya

Kutuklah aku, Ya Allah, kutuklah aku

Kutuklah aku menjadi apa saja, asal jangan menjadi manusia

Tidak ada komentar: